Pada dasarnya “move on” adalah suatu kata yang positif, namun terkadang sebagian muda-mudi keliru terhadap penggunaan kata tersebut, hingga yang awalnya bermakna positif malah mengarah pada makna negatif. Salah satunya adalah “cari pacar”.
Lalu sebenarnya apa sih arti dari kata move on tersebut dan bagaimana kita memaknainya?
Move on secara bahasa yakni bergerak maju atau berjalan terus. Namun kata move on sering diidentikan dengan “cari pacar baru setelah putus dari pacar sebelumnya.” (Tentunya kita mengetahui bahwa hukum pacaran itu dilarang dalam Islam).
Satu hal yang harus kita ketahui, putus dari pacar itu bukan merupakan aib, apalagi kita menamainya dengan label “cobaan/ujian”. Justru itu adalah bentuk nikmat dan anugerah kasih sayang dari Allah kepada kita agar tidak terjerumus pada lembah dosa dan maksiat yang disebut pacaran.
Maka secara tidak langsung kalau kita cermati, ini adalah salah satu bentuk penyesatan/penyelewengan makna dengan motif:
“Menggunakan istilah positif (move on) lalu menempatkannya pada sesuatu yang sifatnya negatif (cari pacar/gebetan baru)”
Allah ta’ala berfirman: “Dan janganlah kamu mendekati zina, (zina) itu sungguh suatu perbuatan keji, dan suatu jalan yang busuk.” (Q.S Al-Isra: 32)
Kita tahu betul bahwa pacaran merupakan salah satu perbuatan mendekati zina. Meski pacaran juga bisa menjadi salah satu jalan menuju pernikahan, namun menurut ayat di atas, pacaran bukanlah jalan yang bijak untuk menuju jenjang pernikahan.
Perhatikanlah beberapa dampak keburukan yang timbul dari pacaran, di antaranya adalah:
1. Hilangnya rasa malu antar pelaku pacaran
Malu adalah perasaan yang dapat menjaga kehormatan diri, karena dengannya amanah bisa ditunaikan; aurat senantiasa ditutup; tindak keburukan akan dijauhi; dan segala cela yang berpotensi merusakan nama baiknya akan dihindari.
Jika rasa malu mulai terkikis, maka batasan-batasan moral yang awalnya dipegang teguh pun sudah tak dipedulikannya lagi, hingga terjatuhlah ia pada jurang kehinaan karena ketiadaan rasa malu. Ketahuilah bahwa manusia bisa lebih mulia dari pada hewan salah satunya karena sifat malu.
Pertanyaannya, apakah rasa malu ada pada orang yang berpacaran? Jawabannya adalah mungkin sebagian masih memegang rasa malu, itulah sebab sebagian orang yang pacaran selalu menjauhi tempat keramaian. Karena malu. Kenapa malu? Karena tahu apa yang sebenarnya ia lakukan (pacaran) adalah hal yang tidak dibenarkan.
Mungkin dia bisa bersembunyi dan luput dari pandangan orang-orang, tapi sejatinya ia tidaklah luput dari pandangan Rabbnya. Dan ini adalah perkara yang memalukan karena ia malu bermaksiat dihadapan manusia, namun tak malu bermaksiat dihadapan Rabbnya.
2. Menuntun terjadinya tindakan perzinahan
Sebagaimana yang telah disebutkan pada poin pertama, ketika hilang rasa malu maka hilang pulalah batasan-batasan moral, seperti saling berpegang tangan; saling kecup; saling sentuh; bahkan hingga bersetubuh. Padahal kita tahu bahwa itu semua adalah perkara yang hanya boleh dilakukan oleh sepasang insan yang sudah menikah.
Pernahkah kita memperhatikan, ketika pacaran menjadi sebuah kewajaran, lalu di mana letak suci dan sakralnya sebuah pernikahan?
Dan pada akhirnya keputusan ada ditangan kita. Kemanakah kita hendak memihak? Kepada Allah yang menciptakan kita beserta syari’at-syari’at-Nya atau kepada musuh-musuh-Nya yang mencoba merusak syari’at-syari’at-Nya.
3. Pembunuhan
Dari hasil perzinahan lahirlah apa yang tak diharapkan. Lalu untuk menjaga kehormatan diri dan keluarga maka Pembunuhan pun menjadi jalan; ada yang memilih aborsi; bahkan ada juga yang menghabisi pasangannya.
Renungkanlah sementara engkau menanggung penyesalan, ada yang tertawa merayakan kemenangan, dialah setan yang mengelabuimu dan membisikan ke dalam dadamu agar engkau terjerumus dalam maksiat pacaran.
4. Murka dan siksa yang pedih dari Allah jika tidak segera bertaubat
Segala yang kita lakukan tidaklah luput dari pengawasan-Nya, dan karena keadilan-Nya semua ada perhitungannya.
Sebagaimana firman-Nya: “Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula.” (Q.S Az-Zalzalah: 7-8)
Allah ta’ala juga berfirman: “… maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah-Nya takut akan ditimpa adzab yang pedih.” (Q.S An-Nur: 63)
Salah satu gambaran siksa yang mengerikan adalah dalam sebuah hadits diterangkan bahwa seseorang yang kepalanya ditusuk oleh pasak dari besi lebih baik keadaannya daripada menyentuh wanita yang bukan mahramnya.
Lekaslah bertaubat karena Allah masih mengampuni orang-orang yang senantiasa bertaubat, sebagaimana firman-Nya:
“Dan sesungguhnya Aku Maha Pengampun bagi orang yang bertaubat, beriman dan beramal shalih, kemudian tetap (istiqomah) di jalan yang benar.” (Q.S Thaha: 82)
Itulah beberapa dampak buruk dari pacaran, meskipun sebenarnya tidak hanya terbatas pada empat poin saja, melainkan masih banyak dampak buruk yang dihasilkan dari pacaran.
Tentunya dengan kita mengetahui dampak buruk yang ditimbulkan dari pacaran, besar harapan itu akan mempermudah kita dalam proses move on.
Lalu tinggalah kita memaknai apa itu move on.
Sebagaimana yang telah disebutkan di awal-awal bahwa move on secara bahasa artinya bergerak maju atau berjalan terus. Maka bagi seorang muslim move on bisa diartikan hijrah.
Hijrah adalah berpindah dari hal yang sifatnya tidak baik/kurang baik menuju kepada hal yang sifatnya lebih baik atau kalimat sederhananya yakni perubahan menjadi lebih baik dari sebelumnya.
Perubahan adalah hal yang sangat penting dalam kehidupan, sebagai mana kita ketahui bahwasannya angkot butuh bergerak maju untuk mendapatkan penumpang; air akan senantiasa memunculkan aroma busuk jika ia hanya menggenang (tidak mengalir); untuk mengenai sasaran, anak panah haruslah melesat dari busurnya; sebelum menjadi kupu-kupu yang indah dan memanjakan mata, ulat butuh pada perubahan menjadi kepompong.
Demikian pula seorang Muslim, ia butuh pada yang namanya hijrah untuk terus memperbaiki keadaan dirinya sebagaimana perkataan Imam Ibnul Qoyyim al-Jauziyyah Rahimahullah (semoga Allah merahmati dan meridhai beliau):
“Sejak lahir hingga wafat nanti kita masih terus berjalan menuju Allah. Kita baru akan turun dari tunggangan ketika hari perjumpaan dengan-Nya tiba. Jalan menuju Rabb Yang Mahakuasa sudah begitu jelas bagi hamba, namun kekeruhan hati membuat banyak dari mereka yang tersesat di jalan kebinasaan. Karena itu, tetaplah fokus menuju Allah dan perbanyaklah perbekalan Anda untuk menghadap-Nya kelak”.
Berangkat dari gagasan yang disampaikan Imam Ibnul Qoyyim, maka yang namanya hijrah itu bukan perkara hitungan satu, dua, tiga minggu, atau bulan bahkan tahun, melainkan hal yang harus terus dilakukan seumur hidup. Maka untuk melakukannya dibutuhkan perjuangan.
Dan berikut tips agar tetap istiqomah di atas jalan hijrah/ move on:
1. Berilmu terhadap suatu perkara
Ilmu layaknya cahaya yang dengannya kita bisa melihat mana yang baik dan mana yang buruk. move on itu akan terasa sulit ketika kita masih menganggap apa yang hendak kita tinggalkan adalah perkara yang baik. Di sinilah pentingnya ilmu.
2. Niat beserta tekad
Setelah kita mengetahui ternyata apa yang selama ini kita lakukan adalah suatu kesalahan, namun terkadang kita masih enggan untuk meninggalkannya mungkin dikarenakan dua hal. Pertama sudah terlalu nyamannya kita dalam perkara yang demikian. Dan kedua, adanya rasa malas dan putus asa untuk berubah. Ketahuilah keduanya adalah bersumber dari setan. Maka dibutuhkan niat dan tekad yang kuat untuk melawannya.
3. Carilah inspirasi/motivasi, bisa dari cuplikan ceramah, buku-buku bacaan, internet dan lain sebagainya.
4. Perbanyaklah berteman dan bergaul dengan orang shaleh
Karena dalam sebuah hadits dikatakan bahwa: “Agama seseorang itu tergantung agama temannya”.
5. Rutin menghadiri majelis-majelis ilmu. Layaknya smartphone yang butuh untuk dicharger, maka iman pun demikian.
Dan majelis ilmu adalah tempat di mana disemainya butir-butir ilmu yang menjadi sebab suburnya iman yang tertanam dalam dada.
6. Teruslah berdo’a, agar tetap berada pada jalan hijrah dan terus istiqomah, karena sejatinya hati itu senantiasa berbolak-balik dan yang berkuasa membolak-balikkan hati manusia itu adalah sang Pencipta dan Pemilik hati itu sendiri. Allah.
Sebagai penutup, perlu kiranya kita ketahui bahwa sesungguhnya Allah itu mencintai orang yang bertaubat dan terkadang Allah menakdirkan seseorang bertaubat dengan cara menjadikan orang itu berbuat dosa. Maka jangan sampai dosa yang telah lalu membuat kita terpuruk dan berputus asa dari rahmat Allah. Bersyukurlah dengan cara kembali kepada-Nya, karena dengan wasilah dosa itulah kita bisa menjemput cinta-Nya Allah, yakni Taubat.
“Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum kafir.” (Q.S Yusuf: 87)
Dari ayat di atas dapat kita ambil pelajaran bahwa jangan sampai kita memasuki ranah kekafiran dengan cara berputus asa dari rahmat Allah.
Teruslah beramal dan berusaha dengan segenap kemampuan, karena Allah akan menurunkan kemudahan sesuai dengan yang telah Allah tetapkan, dan salah satu ketetapan Allah adalah menjadikan kita beramal dan berusaha.
Keep move and istiqomah.